IL

Berbagi apa yang bisa dibagi

Technology

Analisis jurnal 'Strengthening Baznas as The Society’s Trusted Zakat Agency to Increase The Welfare of Ummah'

A. Latar Belakang Masalah

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk mengeluarkan sejumlah harta tertentu, dengan syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya menurut syara’.

Zakat merupakan salah satu cara alternatif dalam menanggulangi kemiskinan, karena hakikat zakat adalah memberi pertolongan pada kaum yang membutuhkan dan dapat menyelesaikan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan, khususnya di Indonesia.

Besarnya jumlah penduduk Muslim di Indonesia diharapkan dapat semakin mengoptimalisasikan peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Pengelolaan zakat di Indonesia diserahkan kepada BAZNAS dan LAZ. Kerjasama yang baik dari semua lembaga pengelola zakat sangat diperlukan untuk lebih mengoptimalisasikan dana zakat agar dapat mewujudkan peran zakat sebagai solusi untuk menangani masalah kemiskinan di Indonesia. Pengelolaan dan pendistribusian dana zakat yang dikelola secara amanah, professional, dan tepat sasaran diharapkan akan mengubah mustahik menjadi muzaki. Sehingga zakat dapat memecahkan masalah kemiskinan dengan cara memberdayakan orang-orang miskin agar menjadi lebih produktif dan sejahtera.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada pembahasan makalah ini mengenai :

1.      Tujuan pengelolaan zakat dan terbentuknya BAZNAS

2.      Peran Baznas dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia 


PEMBAHASAN : 

A.    Pengertian BAZNAS

Menurut Pasal 1 ayat (7) UU No. 23 Tahun 2011 (Undang–Undang Pengelolaan Zakat), Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2011 (UU PZ) dinyatakan bahwa BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

Dari beberapa definisi mengenai Badan Amil Zakat Nasional tersebut dapat disimpulkan bahwa BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri, bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri yang memiliki wewenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Sedangkan pengertian zakat sendiri bila dilihat dari segi bahasa zakat merupakan mashdar (kata dasar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Menurut istilah seperti yang diungkapkan oleh Al Mawardi bahwa zakat adalah Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu, dari harta tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu.

Menurut Pasal 1 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2011, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Berdasarkan pengertian zakat diatas, dapat kita ketahui bahwa zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk mengeluarkan sejumlah harta tertentu, dengan syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya menurut syara’. 

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia terdapat dua jenis Lembaga Pengelolaan Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Untuk dapat mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya untuk kepentingan mustahik, pada tahun 1999 dibentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, yaitu UU No. 38 tahun 1999. UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama  No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar Keputusan Menteri Sosial No. 19 tahun 1998, yang memberi wewenang kepada masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Diberlakukan beragam peraturan tersebut telah mendorong lahirnya berbagai Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia. Kemunculan lembaga-lembaga itu diharapkan mampu merealisasikan potensi zakat di Indonesia.

Dalam prakteknya, kegiatan pengelolaan zakat tentunya dilakukan oleh lembaga pengelola zakat (LPZ). Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia terdapat dua jenis, yaitu Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat atau LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam undang-undang yang sama, terdapat pula Unit Pengumpul Zakat atau UPZ yaitu satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.

B. Dasar Hukum

Dasar hukum mengenai peran BAZNAS di Indonesia ada dua yaitu :

1.   Dasar hukum positif Indonesia

Dasar hukum positif mengenai peran BAZNAS antara lain termaktub dalam :

a.       UUD 1945 pasal 29 ayat (1) dan (2)

b.      UUD 1945 pasal 34 bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, maka peran BAZNAS sangat menunjang tugas negara.

c.       UU No. 23 Tahun 2011 tentang UU  Pengelolaan Zakat (Revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)

d.      Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang Undang RI Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

e.       Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

f.       Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

g.      Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

2.   Dasar hukum menurut syariat islam

Dasar hukum BAZNAS sebagai lembaga pengumpulan zakat termaktub dalam surat At-Taubah 103 :

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣ (التّوبة :١٠٣)

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah :103)

Dalam surat At-Taubah ayat 103 tersebut telah dijelaskan bahwa wajib atas para penguasa memungut zakat dari mereka yang wajib mengeluarkannya. Seperti dijelaskan pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu ‘Abbas berikut ini :

تُؤْخَذُمِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّعَلىَ فُقَرَاءِهِمْ (رواه البخارى عن ابن عباس)

Artinya : “Diambil (zakat) dari orang-orang kaya mereka, lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka”.

Diriwayatkan pula oleh Bukhari Muslim dari Abu Hurairah :

أَنَ رَسُوْلُ اللهِ بَعَثَ عُمَرَبْنَ اْلخَطَّابِ عَلَى الصَّدَقَةِ. (رواه البخارى ومسلم عن أبوهريرة)

Artinya :”Bahwasanya Rasulullah Saw, telah mengutus Umar Ibnu Khattab pergi memungut zakat”.

Berdasarkan surat At-Taubah dan kedua hadis tersebut telah dijelaskan bahwa para penguasa/ pemerintah diwajibkan mengambil/ memungut zakat kepada mereka kaum aghniya (orang-orang kaya) dalam hal ini Muzaki  untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan (Mustahik). Zakat yang dipungut berguna untuk mensucikan harta mereka, karena dalam setiap harta mereka terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan bagi mereka yang membutuhkan.

  

C. Tugas dan Fungsi BAZNAS

1.      Tugas BAZNAS

Tugas BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 UU No.23 Tahun 2011 yaitu melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat, dan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota dibentuklah BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/ Kota, serta dapat membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat) pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. Selain itu, untuk membantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat).

2.   Fungsi BAZNAS

Dalam melaksanakan tugasnya, zakat menyelenggarakan fungsi sebagai:

a.       Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

b.      Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

c.       Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan

d.      Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/ Kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar tersalurkan oleh para mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Selain itu, seluruh anggota organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk-beluk zakat sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum islam dan tentunya hal ini harus sejalan dengan asas-asas pengelolaan zakat.

D.    Tujuan Pengelolaan Zakat

Berdasarkan Pasal 3 UU No. 23 tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat adalah :

1.   Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah LPZ untuk mencapai tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan efektif, LPZ mampu memanfaatkan dana yang ada dengan maksimal.

2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.

E.     Asas-Asas Lembaga Pengelolaan Zakat  

Dalam UU No. 23 tahun 2011 disebutkan bahwa Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat adalah :

1.   Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya , Lembaga Pengelola Zakat haruslah berpedoman dengan syariat islam, mulai dari tata cara perekrutan pegawai, hingga tata cara pendistribusian zakat.

2.   Amanah. Lembaga Pengelola Zakat haruslah menjadi lembaga yang dapat dipercaya.

3.   Kemanfaatan. Lembaga Pengelolaan Zakat harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para mustahik.

4.   Keadilan. Dalam mendistribusikan zakat, Lembaga Pengelola Zakat harus mampu bertindak adil.

5.   Kepastian Hukum. Muzaki atau mustahik harus memiliki jaminan dan kepastian hukum dalam proses pengelolaan zakat.

6. Terintegrasi. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hierarkis, sehingga mampu meningkatkan kinerja pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

7.   Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.

F.      Struktur Organisasi BAZNAS

Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas:

1. Badan Pelaksana

Badan Pelaksana mempunyai tugas menyelenggarakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama dan tugas lain berkenaan dengan pengelolaan zakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pelaksana memperhatikan pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Pertimbangan dan hasil pelaksanaan tugas Badan Pelaksana setiap 1 (satu) tahun dilaporkan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, termasuk laporan hasil pengawasan oleh Komisi Pengawas.

 2.      Dewan Pertimbangan

Tugas dari Dewan Pertimbangan yaitu memberikan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat kepada Badan Pelaksana agar tugas dari badan pelaksana dapat berjalan dengan baik.

3.      Komisi Pengawas

Komisi Pengawas mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat oleh Badan Pelaksana.Komisi Pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik dalam melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan.

Anggota BAZNAS terdiri dari 11 (sebelas) orang anggota, terdiri dari 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Mengenai jangka waktu keanggotaan BAZNAS, Anggota Badan Amil Zakat Nasional diangkat untuk satu kali periode selama 5 (lima) tahun. Anggota Badan Amil Zakat Nasional yang telah menyelesaikan satu periode, dapat diangkat kembali sebagai Anggota Badan Amil Zakat Nasional hanya untuk satu kali periode berikutnya.

G.    Peran BAZNAS dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Indonesia

Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Berikut ini beberapa prinsip zakat yang perlu diketahui antara lain yaitu:

1.      Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.

2.      Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat, yaitu membagi kekayaan          yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada manusia.

3.      Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik              tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu

4.      Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.

5.      Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka.

6.      Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena, tapi melalui            aturan yang disyariatkan. 

Sedangkan BAZNAS merupakan satu di antara sedikit lembaga nonstruktural yang memberi kontribusi kepada negara di bidang pembangunan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan melalui pengelolaan dana zakat.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) misalnya sebagai salah satu pengelola zakat yang dibentuk oleh Pemerintah secara perlahan tapi pasti dapat terus meningkatkan pengumpulan dana zakat yang cukup signifikan. Pada tahun 2007 dana zakat yang terkumpul di BAZNAS mencapai Rp. 450 miliar, 2008 meningkat menjadi Rp. 920 miliar, dan pada 2009 tumbuh menjadi Rp. 1,2 triliun. Untuk tahun 2010, dana zakat yang berhasil dikumpulkan BAZNAS mencapai Rp. 1,5 triliun. Meskipun angka yang berhasil dicapai oleh BAZNAS belum sebanding dengan potensi zakat yang ada di tengah-tengah masyarakat yang diprediksi bisa mencapai Rp. 19 triliun (PIRAC), atau Rp. 100 triliun (Asian Development Bank), akan tetapi apa yang telah dicapai oleh BAZNAS sesungguhnya merupakan prestasi yang luar biasa dalam menghimpun zakat.

BAZNAS berperan sebagai penyedia bantuan jaminan sosial bagi fakir miskin di tanah air kita. Kehadiran lembaga ini menopang tugas negara dalam mensejahterakan masyarakat, sehingga sewajarnya disokong oleh pemerintah. Peran dan kontribusi BAZNAS kepada masyarakat, khususnya umat Islam, tidak hanya dalam ukuran yang bersifat kuantitatif, tetapi juga ukuran yang bersifat kualitatif, terutama peran BAZNAS dalam menyebarluaskan nilai-nilai zakat di tengah masyarakat. Yaitu nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, etos kerja, etika kerja dalam mencari rezeki yang halal dan baik, serta nilai-nilai zakat yang terkait dengan pembangunan karakter manusia (character building) sebagai insan yang harus memberi manfaat bagi sesama.

Zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dihimpun BAZNAS, disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerima (mustahik) sesuai ketentuan syariat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 60 yakni :

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠(التّوبة :٦٠)

Artinya :” Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60).

Penyaluran zakat diperuntukkan untuk 8 (delapan) asnaf, yaitu fakir, miskin, amilin, muallaf, gharimin, riqab, fisabilillah dan ibnu sabil. Penyaluran dana umat yang dikelola oleh BAZNAS dilakukan dalam bentuk pendistribusian (konsumtif) dan pendayagunaan (produktif). Selain menyantuni, BAZNAS menanamkan semangat berusaha dan kemandirian kepada kaum miskin dan dhuafa yang masih bisa bekerja agar tidak selamanya bergantung dari dana zakat.

Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai kepada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat dalam bentuk produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya).

Berikut peran dari beberapa Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) yang ada di Indonesia seperti :

Indonesia Peduli untuk menangani musibah-musibah yang terjadi. Mustahiq yang biasanya ada adalah fakir, miskin dan gharimin;

Indonesia Sehat untuk menangani kesehatan mustahiq, baik dengan mendirikan rumah sakit/sehat gratis bagi kaum dhuafa. Atau dengan mendatangkan para dokter dengan obat-obatannya ke daerah kantong-kantong kemiskinan.

Indonesia Cerdas untuk menangani masalah-masalah pendidikan, seperti pemberian beasiswa. Tercatat sampai sekarang BAZNAS sudah menyalurkan untuk 15 ribu beasiswa (SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi). Asnaf yang menerimanya adalah fakir, miskin, muallaf, gharimin, ibn sabil dan sabilillah.

Indonesia Taqwa untuk menangani kehidupan umat beragama, seperti memberi donasi bagi para da’i yang dikirim ke daerah-daerah, bekerjasama dengan ormas-ormas Islam di Indonesia. Termasuk dalam program ini adalah fakir, miskin, muallaf dan sabilillah.

Indonesia Makmur untuk meningkatkan penghasilan kaum dhuafa melalui pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan) atau donasi langsung yang dikoordinasikan oleh RMB (Rumah Makmur BAZNAS). Juga dilakukan dengan pendidikan keterampilan dan pemberian modal kerja/usaha. Contoh adalah mendirikan peternakan di beberapa daerah. Mustahiq yang menerimanya terutama fakir miskin.

Secara umum tugas BAZNAS meliputi dua hal, yaitu sebagai operator dan koordinator pengelolaan zakat nasional. Untuk itu keamanahan, transparansi dan akuntabilitas menjadi perhatian BAZNAS sejak awal berdiri. Hasil audit Kantor Akuntan Publik atas Laporan Keuangan BAZNAS memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berturut-turut sejak 2001 sampai sekarang. Dalam bidang manajemen BAZNAS meraih sertifikat ISO sejak 2009 dan terus dipertahankan hingga kini. Potensi penerimaan dana yang terbesar di BAZNAS adalah zakat penghasilan gaji pegawai di lingkungan kementerian/ lembaga nonkementerian, karyawan di lingkungan BUMN dan perusahaan swasta serta kalangan profesional perorangan.

Pelaksanaan tugas BAZNAS di pusat merupakan satu sistem dengan BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/ kota serta LAZ. Undang-Undang Pengelolaan Zakat secara normatif mengatur semua operator pengelola zakat melaksanakan tugas secara terintegrasi di bawah koordinasi BAZNAS serta pembinaan dan pengawasan dari Kementerian Agama. Setiap tahun laporan pengelolaan keuangan BAZNAS disampaikan kepada Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan sebagai lampiran laporan badan dan lembaga lainnya. Pada tahun 2008, Laporan Pengelolaan Keuangan BAZNAS mendapat penghargaan dari Kementerian Keuangan RI sebagai laporan keuangan terbaik untuk lembaga pemerintah nondepartemen.


KESIMPULAN :

Berdasarkan uraian materi pada bab sebelumnya, pemakalah dapat menarik kesimpulan bahwa :

1.   BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri, bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri yang memiliki wewenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

2. Tujuan pengelolaan zakat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan untuk meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Tujuan dibentuknya BAZNAS sebagai tempat atau pusat pengelolaan zakat secara nasional di seluruh Indonesia.

3.    Dalam pelaksanaannya BAZNAS sangat berperan sebagai penyedia bantuan jaminan sosial bagi fakir miskin di tanah air kita. Kehadiran lembaga ini menopang tugas negara dalam mensejahterakan masyarakat, sehingga sewajarnya disokong oleh pemerintah, karena peranannya menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lainnya.

4.  Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus dikelola sebaik mungkin.Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga harus akuntabel, yaitu amanah terhadap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga amanah dalam mendistribusikannya kepada mustahiq, dalam arti tepat sasaran dan tepat guna.



Jurnal:
Share:

Warga Negara dan Kewarganegaraan

A. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan 

Warga negara adalah orang-orang secara resmi merupakan anggota resmi dari suatu Negara tertentu, atau dengan kata lain warganegara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Warga negara sendiri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu citizens yang mempunyai arti; warga negara, sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air.

Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu  Negara yang mengakibatkan adanya kewajiban Negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Kewarganegaraan sendiri berasal dari kata citizenship artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antar negara dengan warga negara.  

Berbicara soal kewarganegaraan, di Indonesia sendiri status kewarganegaran diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah sebagai berikut:

a. Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI. 

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI. 

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya. 

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut. 

e. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI.

f. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI. 

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin. 

h. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya. 

i. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui. 

j. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya. 

k. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan. 

l. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

B. Asas Kewarganegaraan 

Asas kewarganegaraan merupakan landasan berpikir sebagai kriteria layak tidaknya seseorang menjadi anggota warga negara dari suatu negara. Secara umum asas kewarganegaraan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Asas ius sanguinis (asas keturunan), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan didasarkan kepada keturunan dari orang yang bersangkutan. Misalnya, seseorang dilahirkan di negara A, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan negara B, maka ia adalah warga negara B. Jadi berdasarkan asas ini, kewarganegaraan anak selalu mengikuti kewarganegaraan orang tuanya tanpa memperhatikan di mana anak itu lahir. 

b. Asas ius soli (asas kedaerahan/tempat kelahiran), yaitu kewarganegaraan seseorang didasarkan pada tempat kelahirannya. Misalnya, seseorang dilahirkan di negara B, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan negara A, maka ia adalah warganegara B. Jadi menurut asas ini kewarganegaraan seseorang tidak terpengaruh oleh kewarganegaraan orang tuanya, karena yang menjadi patokan adalah tempat kelahirannya.

Dari penerapan kedua asas tersebut, maka menimbulkan akibat sebagai berikut:

a. Apatride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Misalnya, seorang keturunan bangsa A yang menganut asas ius soli lahir di negara B yang menganut asas ius sanguinis. Orang tersebut tidaklah menjadi warga negara A dan juga tidak dapat menjadi warga negara B. Orang tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan. 

b. Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap). Misalnya, seseorang keturunan bangsa B yang menganut asas ius sanguinis lahir di negara A yang menganut asas ius soli. Karena ia keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B. Akan tetapi, negara A juga mengganggap dia warga negaranya berdasarkan tempat kelahirannya.

Di Indonesia sendiri didasarkan pada UU RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam penentuan kewarganegaraan menganut asas-asas sebagai berikut;

a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat dilahirkan. 

b. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur undang-undang.

c. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. 

d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

C. Penyebab Hilangnya Kewarganegaraan 

a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri 

b. Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaraan lain

c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya sendiri, dengan ketentuan telah berusia 18 tahun dan bertempat tinggal di luar negeri. 

d. Masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin dari presiden. 

e. Masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, yang mana jabatan dalam dinas tersebut di Indonesia hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia. 

f. Mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri. 

g. Turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan keikut sertaannya. 

h. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. 

i. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara. Tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir, dan setiap lima tahun berikutnya yang bersangkutan tetap tidak mengajukan pernyataan ingin menjadi Warga Negara Indonesia kepada perwakilan Indonesia, meskipun telah diberi pemberitahuan secara tertulis.

 


Share:

Recent in Sports

3/Sports/post-list

Popular Posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Photography

6/Photography/grid-big

Subscribe Us

Ad Space

Responsive Advertisement

Beauty

5/Beauty/col-left

Nature

5/Nature/col-right

People

People/feat-big
sinau hukum

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.