IL

Berbagi apa yang bisa dibagi

Technology

Urgensi Penerapan AMDAL Sebagai Kontrol Lingkungan Hidup Dalam Pembangunan


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) memiliki pengertian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 angka (11) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Hal ini sejalan dengan pengertian Amdal yang termuat pada Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pengertian Amdal sebagaimana diungkapkan oleh Otto Soemarwoto, berasal dari National Environmental Policy Act (NEPA) 1969 Amerika Serikat, Environmental Impact Assessment/Amdal dimaksud sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin timbul oleh suatu aktivitas pambangunan.

AMDAL untuk pertama kalinya lahir dengan dicetuskannya Undang-Undang lingkungan hidup yang disebut National Environmental Policy Act (NEPA) oleh Amerika Serikat pada Tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Pasal 102 ayat (2) (C) dalam undang-undang ini menyatakan bahwa semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Enviromental Impact Assesment (Analisis Dampak Lingkungan). AMDAL dengan cepat menyebar di negara-negara maju yang kemudian disusul oleh negara berkembang dengan banyaknya pihak yang telah merasakan bahwa AMDAL adalah alat yang mampu untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih parah akibat aktivitas manusia.

Dalam rangka melaksanakan pembangunan berkelanjutan, lingkungan hidup perlu dijaga keserasian hubungan antara berbagai kegiatan. Di Indonesia, tata kehidupan yang berwawasan lingkungan sebenarnya telah diamanatkan dalam GBHN tahun 1973, Bab III butir 10 menyebutkan bahwa : “Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam Indonesia harus dipergunakan secara rasional. Penggalian sumber kekayaan alam tersebut harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan hidup manusia, dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan dengan memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.” Dalam upaya menjaga lingkungan itulah digunakan Amdal sebagai salah satu instrumennya.

Hal ini tertuang dalam Pasal 22 angka (1) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 22 angka (1) tersebut menentukan setiap usaha dan/ atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki Amdal. Salah satu instrumen kebijaksanaan lingkungan yaitu Analisis Mengenai Dampak Lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 22 angka (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di atas, merupakan proses yang meliputi penyusunan berbagai dokumen. Dokumendokumen itu berupa kerangka acuan, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup bagi kegiatan usaha yang dilakukan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup juga merupakan salah satu alat bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan atau kegiatan terhadap lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif. Penanggulangan dampak negatif dan pengembangan dampak positif itu merupakan konsekwensi dan kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan.

Kemudian secara umum kegunaan AMDAL adalah; memberikan informasi secara jelas mengenai suatu rencana usaha beserta dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkan; menampung aspirasi, pengetahuan dan pendapat penduduk khususnya masalah lingkungan saat akan didirikannya suatu usaha atau kegiatan perindustrian; Menampung informasi setempat yang berguna bagi pemrakarsa dan masyarakat dalam mengantisipasi dampak dan mengelola lingkungan. Selanjutnya dalam usaha menjaga kualitas lingkungan, secara khusus AMDAL berguna dalam hal;

Mencegah agar potensi sumber daya alam yang dikelola tidak rusak, terutama sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui; Menghindari efek samping dari pengelolahan sumber daya terhadap sumber daya alam lainnya, proyek-proyek lain, dan masyarakat agar tidak timbul pertentangan-pertentangan; Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran sehingga tidak menggangu kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan rakyat; Agar dapat diketahui manfaatnya yang berdaya guna dan berhasil guna bagi bangsa, negara dan masyarakat. Maka dapat disimpulkan Tugas utama dari AMDAL adalah memilah perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh aktifitas pembangunan yang ditawarkan agar menjadi bagian dari siklus alam. Kedudukan dan fungsi AMDAL bagi suatu perusahaan juga dapatmemberikan rambu-rambu pada tujuan perusahaan.

Share:

Diancam Pidana Bagi Pelaku Penganiayaan Terhadap Hewan

 


Seiring bertambahnya zaman, kian marak pula kejahatan. Kejahatan-kejahatan ini tidak hanya mengancam ataupun menimpa manusia saja. Hewan juga tak luput dari kejahatan bahkan ancaman kejahatan itu sendiri.

Penganiayaan terhadap hewan pada dasarnya merupakan tindak pidana, yaitu sebagai kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang oatut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukkan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut.

Dalam menjamin perlindungan dan kesejahteraan terhadap hewan yang ada di Indonesia, pemerintah ikut campur tangan dengan melakukan pengaturan terkait penganiayaan terhadap hewan ke dalam hukum posisitif di Indonesia seperti pasal 302 KUHP, UU No 41 Tahun 2014 tentang perubaan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Oeternakan dan Kesehatan Hewan.

Dalam KUHP sendiri spesifik dalam pasal 302 kejahatan ini digolongkan dalam kejahatan terhadap kesusilaan. Kesusilaan dapat diartikan sebagai perihal susila, berkaitan dengan adab dan sopan santun, tata karma, kelakuan yang baik. Kejahatan ini dikatakan kejahatan kesusilaan karena beban moral manusia selaku mahluk hidup untuk senantiasa memberikan kesejahteraan bagi mahluk hidup lainnya dalam hal ini hewan dan memperlakukannya secara manusiawi. Setiap tindakan yang akan diambil pada hewan haruslah mengutmakan kepentingan, kesejahteraan dan keselamatan hewan. Adanya ketentuan terhadap penganiayaan terhadap hewan bertujuan untuk mmeberikan perlindungan kepada hewan dan memberikan tata kelakukan manusia pada hewan. Berikut bunyi pasal 302 KUHP

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melalukan penganiayaan terhadap hewan: 1. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, untuk mencapai tujuan itu dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya. 2. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.; (3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas; (4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Dari pasal 302 KUHP kita dapat mengetahui unsur objektif dan subjektif. Unsur objektif yaitu unsur yang erat kaitannya dengan keadaan pelaku sedangkan subjektif adalah unsur yang melekat pada diri pelaku. Terdapat 2 unsur objektif dalam pasal 302 KUHP yaitu tanpa tujuan yang patut danuntuk mencapai tujuan yang patut. Misalkan saja banyak kasus penganiayaan terhadap hewan dengan alasan keberadaan hewan dirasa mengganggu ataupun pelaku iseng melakukan berbagai cara guna mengusir hewan itu. (4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana. Untuk selanjutnya adalah usur subjektif dalam pasal 302 KUHP yaitu dengan sengaja. Anggapan kebanykan masyarakat bahwa hewan tidak miliki hak hidup yang sama dengan manusia membuat banyak dari masyarakat beranggapan sudah seharusnya hewan yang mera anggap mengganggu patut diusir bahkan dibunuh. Unsur yang terahir dalah unsur perbuatan yang dilarang yang terdiri dari menyakiti, melukai, merugikan kesehatan. Penganiayaan hewan ataupun kekerasan hewan yang dilakukan dengan menyakiti dan melukai hewan yang berakibat menimbulkan luka, sakit, bahkan menimbulkan cacat, sehingga berakibat pada kesehatan hewan tersebut. Tindakan-tindakan tersebut termasuk dalam unsur perbuatan yang termuat dalam Pasal 302 KUHP.

Ketentuan di dalam Pasal 302 KUHP yang berisi tentang penganiayaan atau kekerasan pada hewan dapat dengan mudah digunakan untuk menjerat oknum yang melakukan penganiayaan atau kekerasan terhadap hewan yang bahkan dapat berakibat pada kematian hewan tersebut. Selain itu, dalam hal yang dimaksud dalam Pasal 302 KUHP merupakan hewan secara umum, maka pada dasarnya setiap undang-undang di Indonesia mewajibkan setiap orang untuk melakukan suayu pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan tersebut terbebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan serta rasa takut dan tertekan. Hal tersebut seperti yang diuraikan dalam Pasal 66 Ayat (2) Huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

 

 

Share:

Perubahan, Pengesahan dan Pengundangan Peraturan Perundang-Undangan

1. PERUBAHAN 

Syarat-syarat dalam melakukan perubahan atas suatu peraturan perundang-undangan :

·    dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuk, berdasarkan prosedur yang berlaku, dan dengan peraturan perundang-undangan 

·   dilakukan tanpa mengubah sistematika bagaimana batang tubuh dari peraturan perundang-undangan yang diubah 

Biasanya diawali 

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... Tentang ... (lembaga negara Rebublik Indonesia Nomor ... Tambahan Lembaran Negara ...) diubah sebagai berikut:

1) ....

2) ....

3) ....

Perubahan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan :

·         menyisipkan atau menambah materi ke dalam peraturan perundang-undangan

·         mengahpus atau mengganti sebagian atau materi peraturan perundang-undangan 

Perubahan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan terhadap :

·         seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf dan/atau ayat; atau 

·         kata, istilah, kalimat, angka dan/atau tanda baca 

Jika peraturan perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, peratuan perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat peraturan perundang-undangan yang diubah. 

2. PENGESAHAN 

Pada tahapan ini, setelah ada persetujuan bersama DPR dan Presiden terkait rancangan undang-undang (RUU), Pesiden  mengesahkan RUU tersebut dengan cara membubuhkan tanda tangan pada naskah RUU. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh presiden dalam jangka waktu maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal RUU tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. Jika presiden tidak menandatangani RUU tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka RUU tersebut otomatis menjadi UU dan wajib untuk diundangkan. Segera setelah Presiden menandatangani sebuah RUU, Menteri Sekretaris negara memberikan nomor dan tahun pada UU tersebut.

3. PENGUNDANGAN

Proses akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan adalah pengundangan dan penyebarluasan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu, terencana, efektif dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksudnya agar supaya setiap orang dapat mengetahui peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia. Dengan penyebarluasan diharapkan masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan pengundangan peraturan perundang-undangan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01-HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan yang dalam tugas pokok dan fungsinya dilaksanakan oleh Direktorat Publikasi, Kerja Sama dan Pengundangan Peraturan Perundang-undangan yang membawahi Subdirektorat Pengundangan Peraturan Perundang-undangan.

Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia meliputi:

1.      Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

2.      Peraturan Pemerintah;

3.      Peraturan Presiden mengenai:

1)      pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan

2)      pernyataan keadaan bahaya

4.      Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.

Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Berita Negara Republik Indonesia meliputi peraturan yang dikeluarkan oleh:

1.     Majelis Permusyawaratan Rakyat;

2.     Dewan Perwakilan Rakyat;

3.     Mahkamah Agung;

4.     Mahkamah Konstitusi; dan

5.    Menteri, Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang.

Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dan himpunan.

 

Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan

1.      Naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan disertai dengan 3 (tiga) naskah asli dan 1 (satu) softcopy.

2.      Penyampaian dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari instansi yang bersangkutan atau petugas yang ditunjuk disertai surat pengantar untuk diundangkan.

3.   Pengundangan dilakukan dengan memberi nomor dan tahun pada Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, dan memberi nomor pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan mengajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk ditandatangani.

4.    Naskah peraturan perundang-undangan yang telah ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, selanjutnya disampaikan kepada instansi pemohon 2 (dua) naskah asli dan 1 (satu) untuk Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan sebagai arsip.

5.    Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal peraturan perundang-undangan diundangkan.

6.   Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan dilakukan pada akhir tahun.

 

 


Share:

Analisis jurnal 'Strengthening Baznas as The Society’s Trusted Zakat Agency to Increase The Welfare of Ummah'

A. Latar Belakang Masalah

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk mengeluarkan sejumlah harta tertentu, dengan syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya menurut syara’.

Zakat merupakan salah satu cara alternatif dalam menanggulangi kemiskinan, karena hakikat zakat adalah memberi pertolongan pada kaum yang membutuhkan dan dapat menyelesaikan permasalahan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan, khususnya di Indonesia.

Besarnya jumlah penduduk Muslim di Indonesia diharapkan dapat semakin mengoptimalisasikan peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Pengelolaan zakat di Indonesia diserahkan kepada BAZNAS dan LAZ. Kerjasama yang baik dari semua lembaga pengelola zakat sangat diperlukan untuk lebih mengoptimalisasikan dana zakat agar dapat mewujudkan peran zakat sebagai solusi untuk menangani masalah kemiskinan di Indonesia. Pengelolaan dan pendistribusian dana zakat yang dikelola secara amanah, professional, dan tepat sasaran diharapkan akan mengubah mustahik menjadi muzaki. Sehingga zakat dapat memecahkan masalah kemiskinan dengan cara memberdayakan orang-orang miskin agar menjadi lebih produktif dan sejahtera.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada pembahasan makalah ini mengenai :

1.      Tujuan pengelolaan zakat dan terbentuknya BAZNAS

2.      Peran Baznas dalam penanggulangan kemiskinan di Indonesia 


PEMBAHASAN : 

A.    Pengertian BAZNAS

Menurut Pasal 1 ayat (7) UU No. 23 Tahun 2011 (Undang–Undang Pengelolaan Zakat), Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2011 (UU PZ) dinyatakan bahwa BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

Dari beberapa definisi mengenai Badan Amil Zakat Nasional tersebut dapat disimpulkan bahwa BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri, bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri yang memiliki wewenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

Sedangkan pengertian zakat sendiri bila dilihat dari segi bahasa zakat merupakan mashdar (kata dasar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Menurut istilah seperti yang diungkapkan oleh Al Mawardi bahwa zakat adalah Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu, dari harta tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu.

Menurut Pasal 1 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2011, zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Berdasarkan pengertian zakat diatas, dapat kita ketahui bahwa zakat merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk mengeluarkan sejumlah harta tertentu, dengan syarat tertentu dan diberikan kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya menurut syara’. 

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia terdapat dua jenis Lembaga Pengelolaan Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ), dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Untuk dapat mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya untuk kepentingan mustahik, pada tahun 1999 dibentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, yaitu UU No. 38 tahun 1999. UU ini kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Agama  No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Sebelumnya pada tahun 1997 juga keluar Keputusan Menteri Sosial No. 19 tahun 1998, yang memberi wewenang kepada masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin untuk melakukan pengumpulan dana maupun menerima dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Diberlakukan beragam peraturan tersebut telah mendorong lahirnya berbagai Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) di Indonesia. Kemunculan lembaga-lembaga itu diharapkan mampu merealisasikan potensi zakat di Indonesia.

Dalam prakteknya, kegiatan pengelolaan zakat tentunya dilakukan oleh lembaga pengelola zakat (LPZ). Berdasarkan peraturan perundang-undangan, di Indonesia terdapat dua jenis, yaitu Lembaga Pengelola Zakat, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat Nasional atau BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat atau LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam undang-undang yang sama, terdapat pula Unit Pengumpul Zakat atau UPZ yaitu satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.

B. Dasar Hukum

Dasar hukum mengenai peran BAZNAS di Indonesia ada dua yaitu :

1.   Dasar hukum positif Indonesia

Dasar hukum positif mengenai peran BAZNAS antara lain termaktub dalam :

a.       UUD 1945 pasal 29 ayat (1) dan (2)

b.      UUD 1945 pasal 34 bahwa “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, maka peran BAZNAS sangat menunjang tugas negara.

c.       UU No. 23 Tahun 2011 tentang UU  Pengelolaan Zakat (Revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat)

d.      Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang Undang RI Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

e.       Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

f.       Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

g.      Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.

2.   Dasar hukum menurut syariat islam

Dasar hukum BAZNAS sebagai lembaga pengumpulan zakat termaktub dalam surat At-Taubah 103 :

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡ صَدَقَةٗ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٞ لَّهُمۡۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ١٠٣ (التّوبة :١٠٣)

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah :103)

Dalam surat At-Taubah ayat 103 tersebut telah dijelaskan bahwa wajib atas para penguasa memungut zakat dari mereka yang wajib mengeluarkannya. Seperti dijelaskan pula dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu ‘Abbas berikut ini :

تُؤْخَذُمِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّعَلىَ فُقَرَاءِهِمْ (رواه البخارى عن ابن عباس)

Artinya : “Diambil (zakat) dari orang-orang kaya mereka, lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka”.

Diriwayatkan pula oleh Bukhari Muslim dari Abu Hurairah :

أَنَ رَسُوْلُ اللهِ بَعَثَ عُمَرَبْنَ اْلخَطَّابِ عَلَى الصَّدَقَةِ. (رواه البخارى ومسلم عن أبوهريرة)

Artinya :”Bahwasanya Rasulullah Saw, telah mengutus Umar Ibnu Khattab pergi memungut zakat”.

Berdasarkan surat At-Taubah dan kedua hadis tersebut telah dijelaskan bahwa para penguasa/ pemerintah diwajibkan mengambil/ memungut zakat kepada mereka kaum aghniya (orang-orang kaya) dalam hal ini Muzaki  untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan (Mustahik). Zakat yang dipungut berguna untuk mensucikan harta mereka, karena dalam setiap harta mereka terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan bagi mereka yang membutuhkan.

  

C. Tugas dan Fungsi BAZNAS

1.      Tugas BAZNAS

Tugas BAZNAS sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 UU No.23 Tahun 2011 yaitu melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat, dan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota dibentuklah BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/ Kota, serta dapat membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat) pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. Selain itu, untuk membantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ (Lembaga Amil Zakat).

2.   Fungsi BAZNAS

Dalam melaksanakan tugasnya, zakat menyelenggarakan fungsi sebagai:

a.       Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

b.      Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

c.       Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan

d.      Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.

Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/ Kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Lembaga pengelola zakat yang berkualitas sebaiknya mampu mengelola zakat yang ada secara efektif dan efisien. Program-program penyaluran zakat harus benar-benar tersalurkan oleh para mustahik dan memiliki nilai manfaat bagi mustahik tersebut. Selain itu, seluruh anggota organisasi pengelola zakat telah memahami dengan baik syariat dan seluk-beluk zakat sehingga pengelolaan zakat tetap berada dalam hukum islam dan tentunya hal ini harus sejalan dengan asas-asas pengelolaan zakat.

D.    Tujuan Pengelolaan Zakat

Berdasarkan Pasal 3 UU No. 23 tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat adalah :

1.   Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat yang baik akan memudahkan langkah sebuah LPZ untuk mencapai tujuan inti dari zakat itu sendiri, yaitu optimalisasi zakat. Dengan bertindak efisien dan efektif, LPZ mampu memanfaatkan dana yang ada dengan maksimal.

2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai pada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat tersebut dalam bentuk yang produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya.

E.     Asas-Asas Lembaga Pengelolaan Zakat  

Dalam UU No. 23 tahun 2011 disebutkan bahwa Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat adalah :

1.   Syariat Islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya , Lembaga Pengelola Zakat haruslah berpedoman dengan syariat islam, mulai dari tata cara perekrutan pegawai, hingga tata cara pendistribusian zakat.

2.   Amanah. Lembaga Pengelola Zakat haruslah menjadi lembaga yang dapat dipercaya.

3.   Kemanfaatan. Lembaga Pengelolaan Zakat harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para mustahik.

4.   Keadilan. Dalam mendistribusikan zakat, Lembaga Pengelola Zakat harus mampu bertindak adil.

5.   Kepastian Hukum. Muzaki atau mustahik harus memiliki jaminan dan kepastian hukum dalam proses pengelolaan zakat.

6. Terintegrasi. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hierarkis, sehingga mampu meningkatkan kinerja pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

7.   Akuntabilitas. Pengelolaan zakat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan mudah diakses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.

F.      Struktur Organisasi BAZNAS

Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Nasional terdiri atas:

1. Badan Pelaksana

Badan Pelaksana mempunyai tugas menyelenggarakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai dengan ketentuan agama dan tugas lain berkenaan dengan pengelolaan zakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pelaksana memperhatikan pertimbangan yang disampaikan oleh Dewan Pertimbangan dan hasil pelaksanaan tugas Badan Pelaksana setiap 1 (satu) tahun dilaporkan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, termasuk laporan hasil pengawasan oleh Komisi Pengawas.

 2.      Dewan Pertimbangan

Tugas dari Dewan Pertimbangan yaitu memberikan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat kepada Badan Pelaksana agar tugas dari badan pelaksana dapat berjalan dengan baik.

3.      Komisi Pengawas

Komisi Pengawas mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat oleh Badan Pelaksana.Komisi Pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik dalam melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan.

Anggota BAZNAS terdiri dari 11 (sebelas) orang anggota, terdiri dari 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Mengenai jangka waktu keanggotaan BAZNAS, Anggota Badan Amil Zakat Nasional diangkat untuk satu kali periode selama 5 (lima) tahun. Anggota Badan Amil Zakat Nasional yang telah menyelesaikan satu periode, dapat diangkat kembali sebagai Anggota Badan Amil Zakat Nasional hanya untuk satu kali periode berikutnya.

G.    Peran BAZNAS dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Indonesia

Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Berikut ini beberapa prinsip zakat yang perlu diketahui antara lain yaitu:

1.      Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.

2.      Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat, yaitu membagi kekayaan          yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada manusia.

3.      Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik              tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu

4.      Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.

5.      Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka.

6.      Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena, tapi melalui            aturan yang disyariatkan. 

Sedangkan BAZNAS merupakan satu di antara sedikit lembaga nonstruktural yang memberi kontribusi kepada negara di bidang pembangunan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan melalui pengelolaan dana zakat.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) misalnya sebagai salah satu pengelola zakat yang dibentuk oleh Pemerintah secara perlahan tapi pasti dapat terus meningkatkan pengumpulan dana zakat yang cukup signifikan. Pada tahun 2007 dana zakat yang terkumpul di BAZNAS mencapai Rp. 450 miliar, 2008 meningkat menjadi Rp. 920 miliar, dan pada 2009 tumbuh menjadi Rp. 1,2 triliun. Untuk tahun 2010, dana zakat yang berhasil dikumpulkan BAZNAS mencapai Rp. 1,5 triliun. Meskipun angka yang berhasil dicapai oleh BAZNAS belum sebanding dengan potensi zakat yang ada di tengah-tengah masyarakat yang diprediksi bisa mencapai Rp. 19 triliun (PIRAC), atau Rp. 100 triliun (Asian Development Bank), akan tetapi apa yang telah dicapai oleh BAZNAS sesungguhnya merupakan prestasi yang luar biasa dalam menghimpun zakat.

BAZNAS berperan sebagai penyedia bantuan jaminan sosial bagi fakir miskin di tanah air kita. Kehadiran lembaga ini menopang tugas negara dalam mensejahterakan masyarakat, sehingga sewajarnya disokong oleh pemerintah. Peran dan kontribusi BAZNAS kepada masyarakat, khususnya umat Islam, tidak hanya dalam ukuran yang bersifat kuantitatif, tetapi juga ukuran yang bersifat kualitatif, terutama peran BAZNAS dalam menyebarluaskan nilai-nilai zakat di tengah masyarakat. Yaitu nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, etos kerja, etika kerja dalam mencari rezeki yang halal dan baik, serta nilai-nilai zakat yang terkait dengan pembangunan karakter manusia (character building) sebagai insan yang harus memberi manfaat bagi sesama.

Zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya yang dihimpun BAZNAS, disalurkan kepada orang-orang yang berhak menerima (mustahik) sesuai ketentuan syariat Islam, sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 60 yakni :

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٦٠(التّوبة :٦٠)

Artinya :” Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At-Taubah: 60).

Penyaluran zakat diperuntukkan untuk 8 (delapan) asnaf, yaitu fakir, miskin, amilin, muallaf, gharimin, riqab, fisabilillah dan ibnu sabil. Penyaluran dana umat yang dikelola oleh BAZNAS dilakukan dalam bentuk pendistribusian (konsumtif) dan pendayagunaan (produktif). Selain menyantuni, BAZNAS menanamkan semangat berusaha dan kemandirian kepada kaum miskin dan dhuafa yang masih bisa bekerja agar tidak selamanya bergantung dari dana zakat.

Pengelolaan zakat dimaksudkan agar dana zakat yang disalurkan benar-benar sampai kepada orang yang tepat dan menyalurkan dana zakat dalam bentuk produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan zakat untuk hal yang produktif dapat dilakukan dengan mendirikan Rumah Asuh, melakukan pelatihan home industry, mendirikan sekolah gratis, dan sebagainya).

Berikut peran dari beberapa Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) yang ada di Indonesia seperti :

Indonesia Peduli untuk menangani musibah-musibah yang terjadi. Mustahiq yang biasanya ada adalah fakir, miskin dan gharimin;

Indonesia Sehat untuk menangani kesehatan mustahiq, baik dengan mendirikan rumah sakit/sehat gratis bagi kaum dhuafa. Atau dengan mendatangkan para dokter dengan obat-obatannya ke daerah kantong-kantong kemiskinan.

Indonesia Cerdas untuk menangani masalah-masalah pendidikan, seperti pemberian beasiswa. Tercatat sampai sekarang BAZNAS sudah menyalurkan untuk 15 ribu beasiswa (SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi). Asnaf yang menerimanya adalah fakir, miskin, muallaf, gharimin, ibn sabil dan sabilillah.

Indonesia Taqwa untuk menangani kehidupan umat beragama, seperti memberi donasi bagi para da’i yang dikirim ke daerah-daerah, bekerjasama dengan ormas-ormas Islam di Indonesia. Termasuk dalam program ini adalah fakir, miskin, muallaf dan sabilillah.

Indonesia Makmur untuk meningkatkan penghasilan kaum dhuafa melalui pinjaman tanpa bunga (qardhul hasan) atau donasi langsung yang dikoordinasikan oleh RMB (Rumah Makmur BAZNAS). Juga dilakukan dengan pendidikan keterampilan dan pemberian modal kerja/usaha. Contoh adalah mendirikan peternakan di beberapa daerah. Mustahiq yang menerimanya terutama fakir miskin.

Secara umum tugas BAZNAS meliputi dua hal, yaitu sebagai operator dan koordinator pengelolaan zakat nasional. Untuk itu keamanahan, transparansi dan akuntabilitas menjadi perhatian BAZNAS sejak awal berdiri. Hasil audit Kantor Akuntan Publik atas Laporan Keuangan BAZNAS memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berturut-turut sejak 2001 sampai sekarang. Dalam bidang manajemen BAZNAS meraih sertifikat ISO sejak 2009 dan terus dipertahankan hingga kini. Potensi penerimaan dana yang terbesar di BAZNAS adalah zakat penghasilan gaji pegawai di lingkungan kementerian/ lembaga nonkementerian, karyawan di lingkungan BUMN dan perusahaan swasta serta kalangan profesional perorangan.

Pelaksanaan tugas BAZNAS di pusat merupakan satu sistem dengan BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/ kota serta LAZ. Undang-Undang Pengelolaan Zakat secara normatif mengatur semua operator pengelola zakat melaksanakan tugas secara terintegrasi di bawah koordinasi BAZNAS serta pembinaan dan pengawasan dari Kementerian Agama. Setiap tahun laporan pengelolaan keuangan BAZNAS disampaikan kepada Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan sebagai lampiran laporan badan dan lembaga lainnya. Pada tahun 2008, Laporan Pengelolaan Keuangan BAZNAS mendapat penghargaan dari Kementerian Keuangan RI sebagai laporan keuangan terbaik untuk lembaga pemerintah nondepartemen.


KESIMPULAN :

Berdasarkan uraian materi pada bab sebelumnya, pemakalah dapat menarik kesimpulan bahwa :

1.   BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri, bertanggung jawab langsung kepada Presiden melalui Menteri yang memiliki wewenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.

2. Tujuan pengelolaan zakat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan untuk meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Tujuan dibentuknya BAZNAS sebagai tempat atau pusat pengelolaan zakat secara nasional di seluruh Indonesia.

3.    Dalam pelaksanaannya BAZNAS sangat berperan sebagai penyedia bantuan jaminan sosial bagi fakir miskin di tanah air kita. Kehadiran lembaga ini menopang tugas negara dalam mensejahterakan masyarakat, sehingga sewajarnya disokong oleh pemerintah, karena peranannya menyentuh berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lainnya.

4.  Dalam rangka memaksimalkan peran dan fungsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus dikelola sebaik mungkin.Tidak cukup sampai di situ, lembaga pengelolaan zakat juga harus akuntabel, yaitu amanah terhadap kepercayaan yang diberikan oleh muzakki dan juga amanah dalam mendistribusikannya kepada mustahiq, dalam arti tepat sasaran dan tepat guna.



Jurnal:
Share:

Warga Negara dan Kewarganegaraan

A. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan 

Warga negara adalah orang-orang secara resmi merupakan anggota resmi dari suatu Negara tertentu, atau dengan kata lain warganegara adalah warga suatu Negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Warga negara sendiri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu citizens yang mempunyai arti; warga negara, sesama warga negara, sesama penduduk, orang setanah air.

Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu  Negara yang mengakibatkan adanya kewajiban Negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Kewarganegaraan sendiri berasal dari kata citizenship artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antar negara dengan warga negara.  

Berbicara soal kewarganegaraan, di Indonesia sendiri status kewarganegaran diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah sebagai berikut:

a. Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI. 

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI. 

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya. 

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut. 

e. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI.

f. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI. 

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin. 

h. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya. 

i. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui. 

j. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya. 

k. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan. 

l. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

B. Asas Kewarganegaraan 

Asas kewarganegaraan merupakan landasan berpikir sebagai kriteria layak tidaknya seseorang menjadi anggota warga negara dari suatu negara. Secara umum asas kewarganegaraan dibagi menjadi dua yaitu:

a. Asas ius sanguinis (asas keturunan), yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan didasarkan kepada keturunan dari orang yang bersangkutan. Misalnya, seseorang dilahirkan di negara A, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan negara B, maka ia adalah warga negara B. Jadi berdasarkan asas ini, kewarganegaraan anak selalu mengikuti kewarganegaraan orang tuanya tanpa memperhatikan di mana anak itu lahir. 

b. Asas ius soli (asas kedaerahan/tempat kelahiran), yaitu kewarganegaraan seseorang didasarkan pada tempat kelahirannya. Misalnya, seseorang dilahirkan di negara B, sedangkan orang tuanya berkewarganegaraan negara A, maka ia adalah warganegara B. Jadi menurut asas ini kewarganegaraan seseorang tidak terpengaruh oleh kewarganegaraan orang tuanya, karena yang menjadi patokan adalah tempat kelahirannya.

Dari penerapan kedua asas tersebut, maka menimbulkan akibat sebagai berikut:

a. Apatride, yaitu adanya seorang penduduk yang sama sekali tidak mempunyai kewarganegaraan. Misalnya, seorang keturunan bangsa A yang menganut asas ius soli lahir di negara B yang menganut asas ius sanguinis. Orang tersebut tidaklah menjadi warga negara A dan juga tidak dapat menjadi warga negara B. Orang tersebut tidak mempunyai kewarganegaraan. 

b. Bipatride, yaitu adanya seorang penduduk yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus (kewarganegaraan rangkap). Misalnya, seseorang keturunan bangsa B yang menganut asas ius sanguinis lahir di negara A yang menganut asas ius soli. Karena ia keturunan bangsa B, maka ia dianggap sebagai warga negara B. Akan tetapi, negara A juga mengganggap dia warga negaranya berdasarkan tempat kelahirannya.

Di Indonesia sendiri didasarkan pada UU RI Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam penentuan kewarganegaraan menganut asas-asas sebagai berikut;

a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat dilahirkan. 

b. Asas ius soli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur undang-undang.

c. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. 

d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.

C. Penyebab Hilangnya Kewarganegaraan 

a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri 

b. Tidak menolak atau tidak melepas kewarganegaraan lain

c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas kemauannya sendiri, dengan ketentuan telah berusia 18 tahun dan bertempat tinggal di luar negeri. 

d. Masuk ke dalam dinas tentara asing tanpa disertai izin dari presiden. 

e. Masuk dalam dinas negara asing atas kemauan sendiri, yang mana jabatan dalam dinas tersebut di Indonesia hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia. 

f. Mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut atas dasar kemauan sendiri. 

g. Turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing, meskipun tidak diwajibkan keikut sertaannya. 

h. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. 

i. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama lima tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara. Tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu lima tahun tersebut berakhir, dan setiap lima tahun berikutnya yang bersangkutan tetap tidak mengajukan pernyataan ingin menjadi Warga Negara Indonesia kepada perwakilan Indonesia, meskipun telah diberi pemberitahuan secara tertulis.

 


Share:

Sukarnya Mendapat Keadilan di Negara Hukum


Sebagimana yang ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3, negara indonesia adalah negara hukum, namun tidaklah semudah itu dalam pelaksanaanya. Menurut Satjipto Raharja dalam tulisannya di panduan konferensi Negara Hukum (20102) menyatakan bahwa negara hukum itu bukanlah sekedar menancapkan papan nama, ia adalah proyek besar yabg menguras tenaga. Sedemikianhalhnya dengan hukum dan keadilan layaknya 2 kutub yang terpisah tidak saling berdekatan, hukum lahir bukan hanya untuk mencakup tatanan sosial (social order) tapi lebih dari itu, bagaimana penegak hukum dapat memberi rasa keadilan bagi masyarakat.

Namun tidak demikian mudah dalam penerapannya misal kasus Salim kancil tahun 2015 silam. Salim kancil mati ditangan pengusa karena memperjuangkan tanah miliknya dan warga sekitar dari dampak buruk penambangan pasir. Salim kancil mati pada 26 september 2015 secara tragis, yaitu disiksa oleh komplotan preman atas perintah penguasa guna melancarkan dia dalam berbisnis tambang pasir. Tak hanya sampai di situ, keadilan belumlah tegak, sanpai dengan persidangan pada tahun 2016 pelaku dari pembunuhan Salim kancil belumlah tertangkap semua, masih ada di antara mereka yang berkeliaran dengan bebas di luar setelah apa yang mereka lakukan. 

Sekarang mari kita lihat dampak buruk dari penambangan pasir di Lumajang ini, selain dari segi ekonomi yang menjanjikan tambang ini tak luput dari yang namanya dampak buruk terhadap lingkungan jika dilakukan secara berlebihan dan terus menerus. Diantara dampak buruknya adalah mengancam sumber pangan warga ketika air laut sedang pasang dan naik ke sawah warga, sehingga merusak tanaman warga dan ini adlah pertanda buruk bagi warga; mengingat letak geografi Lumajang yang terletak di sisi selatan pulau Jawa sebagaimana yang kita ketahui pesisir selatan jawa sangatlah rentan terhadap gelombang laut besar dan bencana alam lainnya, sedang mengingat kondisi pantai waktu kecak sekarang ini yang hampir tidak memiliki bibir pantai dan sepanjang bibir pantai dipenuhi dengan lubang bekas galian secara berlebihan.  

Permasalahan lingkungan akibat dari pembangunan ekonomi tidak hanya sampai di situ, bergeser ke Kalimantan yang komoditas utamanya adalah batu bara dan minyak sawit. Tak berhenti di Kalimantan, persoalan ini kian pelik dengan rencana perluasan sawit di Papua. Bersamaan pada tahun 2018 presiden Joko Widodo telah menerbitkan motarium sawit lewat instruksi presiden nomor 8 tahun 2018 tentang penundaan perizinan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Demikian halnya dengan hal itu Luhut menuturkan mayoritas perkebunan dimiliki oleh perusahaan besar dan manfaat ekonominya dirasakan oleh golongan itu dan dari perusahaan itu diharap UKM setempat dapat berkembang.

Namun hal itu hanyalah omong kosong, berdasarkan data organisasi swadaya masyarakat Transformasi Untuk Keadilan Indonesia (TUK Indonesia) , menyebutkan tanah kosong untuk sawit seluas 242 ribu hektar(Ha) di Papua dikuasai oleh 25  konglomerat sawit 2017 yang salah satunya adalah Luhut Binsar Pandjaitan. Demikian halnya dengan kebun sawit dim kalimantan yang konon katanya menjanjikan peningkatan ekonomi.

Sekarang ini mari kita tilik kembali dampak yang dirasakan warga Kalimantan dari adanya kebun kelapa sawit. Pada 11-26 september 2020, provinsi kalimantan tengah bersetatus tanggap darurat banjir, sejumlah kabupaten yang terendam bsnjir diantaranya, Lamandau, Katingan, Seruyan, Kota Waringin Timur, dan Kapuas. Bersumber dari badan penanggulangan bencana dan pemadan kebaran (BPBPK) Kalimantan tengah, terdapat lebih dari 6445 kepala keluarga atau 17 ribu jiwa terdampak banjir. Tak hanya itu, kaus kabut asap pada september 2019 setiap harinya kian bertambah pekat, kabut asap ini sendiri berasal berasal dari kebakaran hutan di kabupaten Kapuan Hulu. Kabut asap ini tentunya memberi dampak yang begitu dirasakan oleh masyarakat, mulai dari dampak di bidang kesehatan, lingkung, serta berdampak pada aktivitas keseharian mereka. Bahkan kebakaran hutan ini bukan kali pertama, di Kalimantan sendiri sering terjadi pembukaan lahan degan cara dibakar sampai pada artikel ini di tulis, dan persoalan kabut asap kini kian menjadi persoalan yang berkepanjangan. 

            Dari sekian banyak kasus kerusakan lingkungan dikarenakan pembangunan yang tak memperhatikan lingkungan, banyak pula yang belum ada keadilannya. Ongkos produksi yang relatif berujung dampak buruk ditanggung oleh masyarakat, mulai dari kesehatan, lingkungan bahkan kehidupan mereka bisa terancam jika keadilan tak lekas ditegakkan. Tak sedikit dari mereka yang kehilangan lahan bercocoktanam karena diganti dengan tambang batu bara atau tambang lainnya, tak sedikit dari mereka yang kehilangan rumah damak buruk dari tambang, tak sedikit pula dari mereka yang kehilangan harta benda bahkan meredam nyawa dikarenakan dampak buruk dari pembukaan lahan dan penambangan guna meningkatkan ekonomi negara. Maka tak heran jika hari-hari ini “keadilan menjadi barang yang sukar, jika hukum hanya tegak pada yang berbayar” Najwa Shihab.
Share:

Subjek dan Objek Hukum

 

  1. Subjek Hukum

Subjek hukum adalah pendukung hak, yaitu manusia dan atau badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak. Suatu subjek hukum mempunyai kekuasaan untuk mendukung hak. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban atau sebagai pendukung hak dan kewajiban. Menurut macamnya ada dua subjek hukum, yaitu manusia  (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechts person). Khusus mengenai badan hukum, menurut hukum badan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu badan hukum publik (desa, kabupaten/kota, provinsi, dan negara) dan badan hukum perdata (PT,koperasi, dan yayasan).

Berdasarakan penjelasan dari Cekli Pratiwi subjek hukum sendiri dapat dibagi menjadi 2 yaitu subjek hukum dalam pengertian tidak penuh dan subjek hukum dalam badan hukum.

  1. Subjek hukum dalam pengertian tidak penuh 

  • Anak di bawah umur

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana kedewasaan seseorang itu berumur 18 tahun keatas. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata kedewasaan seseorang itu berumur 21 tahun keatas atau belum pernah menikah. Menurut UU perkawinan No. 1 tahun 1974 kedewasaan seseorang laki-laki berumur 19 keatas sedangkan perempuan berumur 16 keatas, tetapi sudah diubah sesuai keputusan MK yaitu berusia 18 keatas. Menurut undang-undang perlindungan anak kedewasaan seseorang itu berumur diatas 18 tahun.

  • Orang dewasa yang dalam pengampuan

Yaitu keadaan seseorang karena sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau di dalam segala hal tidak cakap bertindak sendiri dalam peraturan hukum. Jika seorang berada dalam pengampuan hukum tidak bisa dipaksa untuk dimintai pertanggungjawaban hukum.

  • Orang dengan penyakit tertentu

Seperti penyakit kleptomania, yaitu gangguan serius yang menyebabkan dorongan tak tertahankan untuk mencuri barang yang tidak diperlukan dan biasanya bernilai kecil. Bahwa seseorang yang mengidap penyakit kleptomania tidak mengetahui bahwa mencuri itu adalah tindak kejahatan.

  • Pemabuk

Yaitu keadaan keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental dan fisik

  1. Subjek hukum dalam badan hukum

  •  Teori fiksi

Teori fiksi yaitu badan hukum dianggap sama dengan manusia atau orang dimana bisa melakukan suatu perbuatan hukum dan juga mendapatkan hak-hak yang dilindungi oleh hukum selain itu juga dituntut untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban hukum. Contoh : Yayasan; PT (Perseroan Terbatas); dan koperasi.

  •  Teori kekayaan tujuan

Teori kekayaan tujuan yaitu kekayaan dari suatu badan hukum mempunyai tujuan tertentu dan harus terpisah dari harta kekayaan para pengurus atau anggotanya. Contoh : yayasan, Jika yayasan tersebut mengalami kerugian maka tanggung jawab pengurus tidak kepada harta kekayaan pribadinya.

  • Teori kepemilikan bersama

Teori kepemilikan bersama yaitu dimana semua harta kekayaan dari suatu badan hukum menjadi milik bersama bagi para pengurusnya. Contoh : Yayasan; PT (Perseroan Terbatas); dan koperasi.

  •  Teori organ

Teori organ yaitu badan hukum harus mempunyai organisasi atau alat untuk mengelola atau melaksanakan kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan. Contoh : Yayasan; PT (Perseroan Terbatas); dan koperasi.


2. Objek Hukum

Objek hukum ialah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh para subjek hukum. Dalam bahasa hukum, objek hukum dapat juga disebut hak atau benda yang dapat dikuasai/dimiliki subjek hukum.

Hak sering kali diidentikkan dengan izin atau kewenangan atau kekuasaan. Pemahaman mengenai hak sebagai objek hukum dapat merujuk pada pembahasan hak (poin 1).  

Adapun mengenai benda, pada dasarnya sudah diatur pada Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akan tetapi teori umum mengenai klasifikasi benda adalah teori yang mengklasifikasikan benda bergerak dan benda tidak bergerak (Pasal 504 KUH Perdata) dan teori yang mengklasifikasikan benda yang berwujud (contoh tanah) dan benda yang tidak berwujud (contoh segala  hak) (Pasal 503 KUH Perdata).

Tak hanya itu Cekli Pratiwi juga menjelaskan benda atau barang dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain:

  • Berwujud

Benda atau barang berwujud  yaitu segala sesuatu yang dapat dilihat, dapat digapai, dapat diraba oleh panca indra. Contoh mobil, rumah, perkakas rumah tangga, buku, dll.

  • Tidak Berwujud

Benda atau barang tidak berwujud yaitu segala seeuatu yang tidak dapat dilihat oleh pancaindra tetapi dia dapat dimiliki oleh seseorang atau badan hukum serta bernilai ekonomi.

  • Bergerak

Benda atau barang tidak bergerak Yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan dengan mudah bahkan tidak dapat dipindahkan sama sekali. Contoh : Tanah, bangunan.

Benda atau barang bergerak dibedakan menjadi 3 yaitu:

  1.  Benda bergerak yang sifatnya dapat bergerak sendiri yang berupa makhluk hidup. Contoh hewan peliharaan seperti kucing, sapi, kelinci, kerbau dll.

  2. Benda bergerak yang sifatnya dapat bergerak walaupun dengan bantuan manusia. Contoh meja, kursi, radio, TV, dll.

  3. Benda bergerak berdasarkan ketentuan undang-undang. Contoh hak pakai atas suatu bangunan, hak bunga atas suatu perjanjian.


  • Tidak bergerak

Benda atau barang tidak bergerak Yaitu benda yang tidak dapat dipindahkan dengan mudah bahkan tidak dapat dipindahkan sama sekali. Contoh : Tanah, bangunan.

Suatu benda termasuk benda bergerak atau benda tak bergerak dapat dilihat dari:

a. Sifatnya

Menurut sifatnya benda bergerak adalah benda yang dapat dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Misalnya: kursi, meja, pulpen, dan lain sebagainya. Adapun benda tak bergerak, menurut sifatnya adalah benda yang tidak dapat dipindahkan. Misalnya: tanah, pohon, kebun, sawah, dan lain-lain.

b. Tujuannya

Benda tak bergerak menurut tujuannya ialah segala benda/barang yang pada sifatnya adalah termasuk ke dalam pengertian benda bergerak, namun senantiasa digunakan oleh pemiliknya dan menjadi alat tetap pada benda yang tidak bergerak. Misalnya di pabrik terdapat benda bergerak menurut sifatnya tetapi menjadi benda tak bergerak yaitu penggilingan, apitan besi, tong, dan lain-lain.

c. Undang-undang

Benda tak bergerak menurut undang-undang adalah segala hak atas benda tak bergerak. Misalnya hak pakai hasil atas benda yang tak bergerak. Benda bergerak karena ketentuan undang-undang adalah segala hak atas benda bergerak. Misalnya sero, hak pakai atas benda bergerak.


Referensi Subjek Hukum klik sini video pembelajaran PHI dari Cekli Setya Pratiwi, S.H., LL.M., M.CL

Referensi Objek Hukum klik sini video pembelajaran PHI dari Cekli Setya Pratiwi, S.H., LL.M., M.CL


Share:

Recent in Sports

3/Sports/post-list

Popular Posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Photography

6/Photography/grid-big

Subscribe Us

Ad Space

Responsive Advertisement

Beauty

5/Beauty/col-left

Nature

5/Nature/col-right

People

People/feat-big
sinau hukum

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.